Tahun 2012 menjadi salah satu kenangan yang tak akan pernah saya lupakan. Hari itu, saya dan teman-teman dari GOES (Galuh Ontel Eling Sadaya) Ciamis berangkat menuju Purwokerto untuk ikut serta dalam Parade Ontel Satria — sebuah acara besar yang mempertemukan ribuan pecinta sepeda ontel dari berbagai penjuru Indonesia.
Kami berangkat menggunakan dua mobil: satu mobil angkut anhang untuk sepeda-sepeda ontel kesayangan kami, dan satu lagi Mitsubishi Kuda yang membawa para ontelis beserta perlengkapan kostum. Di dalam perjalanan, suasana penuh tawa. Kami membicarakan rencana tampil, tertawa mengenang pengalaman, dan berjanji akan membawa nama Ciamis dengan penuh semangat.
Sesampainya di GOR Satria Purwokerto, suasananya benar-benar meriah. Lebih dari 4.000 ontelis hadir, masing-masing dengan gaya dan ciri khas tersendiri. Ada yang berpakaian seperti pejuang kemerdekaan, ada yang seperti kolonial Belanda, bahkan ada yang meniru pakaian bangsawan tempo dulu. Parade ini seperti mesin waktu yang membawa kami ke masa silam.
Saya sendiri mengenakan seragam marinir asli Amerika Modern pinjaman dari seorang teman yang punya kerabat di Kementerian lUar Negeri , lengkap dengan replika AK-47 yang tampak sangat mirip aslinya. Berat dan panas, tapi rasa bangganya luar biasa. Tidak sedikit peserta lain yang heran melihatnya — bahkan beberapa sempat berfoto bersama sambil bercanda, “Wah, ini tentara mana, Kang?”
Namun kejutan sesungguhnya datang ketika kami bertemu sekelompok peserta dengan kostum para Jenderal Tentara Nazi Jerman lengkap — topi perwira , emblem bintang di pundak, dan lambang elang di lengan. Sekilas agak mengejutkan, tapi ternyata mereka adalah komunitas ontel dari Kota Bogor. Penampilan mereka benar-benar niat, membuat banyak orang kagum dan tertawa. Saya masih ingat betul momen ketika kami berfoto bersama — saya dengan seragam marinir dan replika AK-47, berdiri di samping “pasukan Nazi” dari Bogor. Suasana parade jadi semakin ramai, penuh warna dan gelak tawa.
Namun di balik keceriaan itu, ada kenangan yang kini terasa haru setiap kali saya mengingatnya. Dalam rombongan kami dari GOES waktu itu, ada dua sosok yang sangat berarti — H. Irman B. Kusumah dan Pa Dede Samson. Keduanya adalah pelopor sekaligus sesepuh komunitas kami.
H. Irman dulu dikenal sebagai mantan Sekda Kabupaten Ciamis, sementara Pa Dede adalah pegawai dari Dinas Kesehatan. Mereka berdua bukan hanya tokoh penting di pekerjaan mereka, tapi juga panutan di dunia ontel. Sifat mereka ramah, rendah hati, dan selalu memberi semangat untuk terus menjaga semangat “ngontel” bersama.
Kini, kedua tokoh itu telah berpulang ke rahmatullah. Beberapa waktu lalu, kami kehilangan mereka untuk selamanya. Ketika mengingat momen di Purwokerto itu — saat kami berfoto, tertawa, dan menggowes bersama — rasa haru selalu muncul. Saya merasa seolah kehilangan sebagian dari sejarah komunitas kami sendiri.
Semoga amal dan ibadah mereka diterima di sisi Allah SWT. Aamiin.
Bagi saya, Parade Ontel Satria Purwokerto 2012 bukan hanya sekadar acara, tapi sebuah kenangan berharga yang mengajarkan tentang arti kebersamaan, persaudaraan, dan penghargaan terhadap waktu.
Sampai kapan pun, setiap denting bel sepeda ontel akan selalu mengingatkan saya pada hari itu — hari ketika saya bertemu “pasukan Nazi” dari Bogor, dan menggowes bersama saudara-saudara hebat yang kini tinggal dalam kenangan.
Salam Ontel – Satu Sepeda, Sejuta Saudara.
Pengirim: Untung Bahtiar Setiawan
Galuh Ontel Eling Sadaya (GOES) Kabupaten Ciamis
